Wisata Kuliner di Malang
Di tahun 2014 ini terhitung tiga kali saya datang ke Malang. Bisa
dibilang saya benar-benar jatuh cinta pada kota kecil itu sehingga
selalu dan selalu ingin datang kembali kesana. Menurut saya, Malang
adalah perpaduan antara Yogyakarta dan Bandung dalam versi yang lebih
sepi. Seperti Yogyakarta karena Malang juga merupakan kota pelajar. Tak
terhitung banyaknya perguruan tinggi, universitas, sekolah tinggi, dan
semacamnya memadati kota ini. Seperti Bandung karena Malang juga
merupakan surga wisata kuliner. Beragam kuliner khas Jawa Timur dapat
ditemui disini, warung kopi untuk duduk-duduk santai banyak, makanan
yang unik dan baru kali pertama saya temui juga ada. Serunya lagi, tidak
perlu keluar uang banyak untuk wisata kuliner di Malang. Seharian
wisata kuliner di Malang setara dengan biaya sekali ngafe di Jakarta.
Luar biasa bukan?
Dari tiga kali kunjungan ke Malang saya mendapat banyak pengalaman baru
akan kuliner Jawa Timur. Sebenarnya di Jakarta juga dapat ditemui
beberapa masakan khas Jawa Timur namun saya baru sempat merasakannya di
Malang, jadi berasa seru aja merasakan masakan khas Jawa Timur di salah
satu daerah asalnya. Selain kuliner khas Jawa Timur, saya juga sempat
mampir ke beberapa kedai kopi yang nge-hits di kalangan anak Malang,
juga mampir ke beberapa tempat makan yang direkomendasikan food blogger. Untuk merangkum pengalaman wisata kuliner saya di Malang, saya akan membagi dua ceritanya. Yang pertama adalah One Day Culinary Trip on Malang. satunya lagi adalah Miscellaneous
yang berisi beberapa makanan yang sempat saya cicipi di Malang juga
kafe yang enak buat duduk santai. Nama makanan dan nama tempat akan saya
bold.
One Day Culinary Trip on Malang
Saya sengaja meluangkan satu hari khusus untuk berwisata kuliner di
Malang dan kebanyakan pilihan makanan, minuman, dan tempat makan
direkomendasikan oleh beberapa teman yang tinggal di Malang. Saya hanya
pasrah diajak kesana-kesini dan mencicipi beragam makanan dan minuman.
Percayalah, wisata kuliner di Malang memberi pengalaman wisata yang
menyenangkan tidak hanya di perut tapi juga di hati :)
Menu sarapan sebagai pembuka hari saya buka dengan menu nasi jagung.
Iya, nasi jagung yang selama ini saya kenal dari lagu anak-anak itu
ternyata bisa saya cicipi di Malang. Pertama kali saya makan nasi jagung
ini saat menginap di rumah mbak Vicky, rada ajaib dan bengong juga saat
melihatnya. Pipilan jagung sudah dihancurkan sehingga warna kuning
jagung kasar bercampur dengan warna putih nasi. Nasi jagung dimakan
dengan lauk ikan asin, sayur, bakwan jagung, tempe dan sambal pedas yang
terbungkus dalam satu kertas nasi. Penampilannya tidak berbeda jauh
dengan nasi bungkus pada umumnya, tapi rasanya enak bangeeett. Setiap
mampir ke Malang pasti saya ngotot pengen sarapan ini. Harga seporsi
nasi jagung ini antara 5 - 10 ribu, saya lupa berapa harga persisnya.
Karena nasi jagung adalah sarapan berkarbohidrat ganda, sampai siang
saya masih belum lapar juga. Erlin, mantan teman kantor saya, yang
bertugas menjadi guide lokal siang itu mengajak saya dan yang lainnya pergi ke supermarket Lai Lai di daerah Jl. Semeru untuk makan es krim. Di dalam supermarket Lai Lai ada Illy Cafe
yang cukup ramai, sangking ramainya hingga kami harus masuk daftar
antri. Selama mengantri saya berkeliling dulu di dalam Supermarket
Lai-lai. Supermarket ini terbilang cukup besar dan lengkap. Perhatian
saya tertarik pada beragam variasi kue-kue kecil dan jajanan khas pasar
yang dijual. Variasinya sangat banyak dan beragam sampai saya sampai
bingung mau beli yang mana. Berbagai oleh-oleh khas kota lain pun dijual
disini, yang paling ekstrim menurut saya sih kue Bingke khas Pontianak
yang diklaim asli dari Pontianak. Saya juga sempat mampir ke toko Pia Cap Mangkok yang terletak tak jauh dari supermarket Lai Lai untuk membeli oleh-oleh.
Setelah cukup lelah dan kepanasan berkeliling sana-sini kami kembali ke
Illy Cafe dan sudah diperbolehkan masuk oleh pelayannya. Illy Cafe
menjual makanan bertema western dan beragam racikan kopi. Melirik
pesanan meja sebelah, lasagna yang mereka pesan terlihat sangat
menggoda. Namun sesuai dengan misi awal saya dan teman-teman hanya
memesan es krim. Harga seporsi es krim crunch choco, caramel nut, strawberry triple, atau banana chop hanya Rp 11.500. Illy Cafe akan memberikan satu snack gratis untuk setiap pemesanan tiga menu. Jadi lumayan banget, pesan tiga es krim dapet gratisan jamur crispy.
Air putih gratis juga diberikan untuk setiap porsi es krim yang
dipesan. Kafenya pengertian banget ya, setelah makan es krim kan
bawaannya haus. Kafe ini cukup recommend untuk dikunjungi saat
berkunjung ke Malang. Lokasinya strategis, harga terjangkau, menu
makanan dan minumannya bervariasi, dan tempatnya cozy untuk mengobrol sambil duduk santai. Sayang nggak bisa lama-lama di Illy Cafe, kasihan sama pengunjung lain yang antri.
Es krim Illy Cafe
Dari Illy Cafe, Erlin mengajak kami ke daerah Dempo untuk mencicipi es moka durian yang terkenal. Siang itu Malang memang lagi panas-panasnya sehingga saya tidak menolak untuk makan es dua kali berturut-turut. Es Dempo terletak di belakang SMAK St. Albertus dan merupakan kawasan penjual makanan. Kalau perut sudah mulai lapar, selain minum es juga bisa makan mie ayam pangsitnya yang tidak kalah terkenal. Es moka durian yang saya pesan datang dalam mangkuk berisikan serutan es kasar yang menggunung. Di dasar mangkuk terlihat beberapa daging buah durian yang disiram siruh moka berwarna kecoklatan. Rasa moka dan durian berpadu apik. Manis, dingin dan beraroma dalam setiap seruputan. Harga es durian dijual Rp 12.000 sedangkan es moka durian seharga Rp 14.000.
Es moka durian Dempo
Kenyang minum es membuat saya malas makan makanan berat. Kali ini saya
diajak mencicipi kuliner khas Jawa Timur yang saya agak sangsi
memakannya. Kupang lontong, Raditya Dika menceritakan pengalaman
traumatisnya memakan masakan ini di buku Manusia Setengah Salmon. Secara
tidak langsung saya jadi ikut terpengaruh dan skeptis saat melihat
ratusan kerang berwarna coklat kehitaman dan berukuran
sangat-sangat-sangat mini memenuhi piring. Sate kerang sebagai side dish malah
lebih dulu habis dimakan sementara kupang lontongnya sendiri belum
tersentuh. Bau amis samar tercium saat sesendok penuh kupang mendekati
mulut. Sambil menutup mata dan menahan napas saya mencoba memasukkan
sesendok kupang dan mulai mengunyah ragu. Duh, acara wisata kulinernya
kenapa jadi semacam tantangan di Fear Factor begini sih. Rasanya amis,
blenyek, sedikit asam memenuhi mulut. But I'm still fine.
Maksudnya saya baik-baik saja dengan cita rasa kupang ini tapi cuma
sanggup makan tiga sendok saja. Satu porsi kupang lontong yang dimakan
berempat itu akhirnya tidak habis, Sebagian beralasan kenyang, sebagian
lainnya (saya termasuk dalam bagian ini) tidak familiar dengan cita rasa
kupang yang asing.
Kupang, bukan nama daerah
Sate kerang sebagai side dish
Sebelum pulang ke rumah Erlin kami mampir lagi ke satu warung makan
terakhir untuk mencicipi salah satu makanan khas Malang yang cukup mudah
ditemui, apalagi kalau bukan tahu petis. Iya, tahu petis. Tahu
goreng dengan bumbu petis yang khas. Tahu gorengnya mungkin biasa, tapi
saus petis berwarna kehitaman inilah yang membuat rasanya menjadi
berbeda.
Tahu petis
Malamnya saya dijemput Mifta dan Jarot, mereka adalah travel buddy saya saat trip ke
kawah Ijen dan Ranu Kumbolo. Keduanya adalah manusia malam yang baru
bisa menemani saya jalan-jalan saat matahari terbenam. Tujuan kuliner
utama malam itu adalah tahu telur. Entahlah, setiap ke Malang
saya selalu merasa wajib memakan santapan ini. Rasanya yang unik dan
khas membuat saya selalu kangen dengan cita rasa tahu telur khas Malang.
Sebelum melanjutkan wisata kuliner saya menyempatkan diri mampir ke
rumah mbak Vicky di daerah
Sigura-gura. Mbak yang satu ini memang super duper baik hati dan sebisa
mungkin saya mengunjunginya jika sedang berada di Malang. Niatnya hanya
berkunjung sebentar, namun saat ditanya akan kemana tujuan saya malam
itu mbak Vicky malah menahan kami di rumahnya dan memanggil tukang tahu
telur keliling. "Ini tahu telur terenak di Malang," janjinya. Saat
menyantap tahu telurnya Mifta dan Jarot yang sudah beberapa tahun
tinggal di Malang dan ratusan kali makan tahu telur setuju dengan ucapan
mbak Vicky. Itu adalah salah satu tahu telur terenak yang pernah mereka
makan.
Tahu telur
Selesai makan dan pamit dengan mbak Vicky kami pergi ke daerah Soekarno Hatta untuk mencicipi makanan yang terlalu mainstream
menurut saya. Sejak kunjungan pertama saya ke Malang, Mifta selalu
kekeuh mengajak saya mencicipi mie setan yang lagi nge-hits banget di
Malang, sementara saya ogah-ogahan karena menganggap mie setan terlalu
(sekali lagi saya bilang) mainstream. Untuk ukuran tempat yang
nge-hits, Mie Setan Kober memang eksis banget di kalangan anak-anak
Malang. Antrian di depan kasirnya mengular panjang, selain itu kami
harus keluar masuk ruangan untuk mencari tempat duduk. Menu di Mie Setan
Kober antara lain mie setan itu sendiri dari level 1 - 5, mie iblis ukuran
S, M, dan L, dan mie angel untuk mie yang tidak memakai cabai sama
sekali. Untuk minumannya lagi-lagi dinamai dengan unsur hantu Indonesia:
es tuyul, es genderuwo, es kuntilanak, es sundel bolong. Saya cuma bengong saat ditanya mau pesan apa, di menu hanya tertera nama-nama hantu tanpa keterangan ingredients
yang digunakan. Jadi untuk amannya kami berempat memesan mie setan
level 1 (menggunakan 12 cabai) dan mie iblis ukuran S (menggunakan 5
cabai), dan berbagai es hantu berbeda untuk setiap orang.
Mie Setan berkonsep open kitchen sehingga pengunjung dapat
melihat kesibukan yang terjadi di dapur. Dengan kecekatan para kru dapur
meracik dan menghidangkan mie, ternyata masih membutuhkan waktu cukup
lama untuk pesanan kami diantarkan mengingat banyaknya pengunjung. Saat
pesanan kami sampai terlihat perbedaan antara mie setan dan mie iblis.
Mie setan dan mie iblis disajikan dengan taburan ayam, pangsit kering,
pangsit basah, dan selembar daging ham, hanya saja mie iblis terlihat
sedikit kecoklatan karena menggunakan kecap. Rasanya? Jangan ditanya.
Saya kesulitan berhenti sejak suapan pertama. Tidak seperti mie setan di
Jakarta yang hanya menggunakan mie instan dan cabai hijau sebagai bahan
utama, mie setan dan mie iblis di Malang menggunakan mie buatan sendiri
yang terasa sangat enak dan kenyal. Untuk menetralisir pedas untungnya
es hantu yang dipesan memasukkan potongan buah di dalamnya. Nyeeesss
banget rasanya. Satu hal yang melintas di kepala saat saya makan mie
setan, kenapa nggak dari dulu-dulu saya mampir kesini. Nyeseeelll :((
Dari Mie Setan, sesuai janjinya malam itu Mifta mengajak saya ke Batu.
Saya sempat protes ke Mifta karena setiap kali saya ke Malang dia selalu
menolak menemani saya ke Batu. Alasannya klasik banget: dingin. Karena
ini kunjungan terakhir saya ke Malang dan saya belum tahu kapan lagi
akan kembali ke kota ini, akhirnya dia mau mengantar saya ke Batu. Hawa
dingin mulai terasa saat kami melewati kampus Universitas Muhammadiyah
Malang (UMM) dan terasa menggigit seiring semakin cepatnya motor dipacu
melewati jalanan yang terus menanjak. Kami tidak berhenti di alun-alun
Batu yang legendaris dengan bianglala dan beragam ornamen buah dan
binatang yang menyala saat gelap itu, tapi terus menanjak menyusuri
jalan besar menuju Payung.
Kerlip lampu kota Batu dilihat dari Payung
Lampu jalan menjadi penerangan utama seiring semakin lengangnya jalan
yang kami lewati. Lalu tiba-tiba saja di kanan saya telihat kerlip
pemandangan kota Batu di bawah sana. Motor masih melaju menuju tempat
yang lebih tinggi sementara saya tidak dapat menahan diri berteriak
kesenangan melihat pemandangan indah di bawah sana. Kami berhenti di
salah satu view point Payung dan mampir ke salah satu warung yang
banyak berderet disana. Hidangan standar dari warung semacam ini adalah
jagung bakar, mie rebus, mie goreng, kopi, teh, dan beragam minuman
hangat lainnya. Kami memesan mie rebus dan teh hangat yang terasa
berkali-kali lebih enak saat dimakan dengan latar pemandangan kota Batu
kala malam di bawah sana.
Saat dingin terasa semakin menggigit kami kembali ke alun-alun Malang.
Walau malam sudah semakin larut daerah ini masih ramai pengunjung.
Terdapat banyak penjual makanan di daerah alun-alun Batu dan pengunjung
nampak menyemut di depan kedai-kedai tersebut. Kami langsung menuju satu
kedai legendaris Pos Ketan Legenda yang terkenal karena ketan susunya. Pilihan variasi ketan susu ini cukup beragam, saya memesan ketan susu coklat keju
yang menjadi menu favorit. Untuk minuman pendampingnya tersedia
berbagai pilihan minuman hangat, mulai dari teh, kopi, sampai STMJ.
Pengunjung di Pos Ketan Legenda menjelang tengah malam
Daftar menu Pos Ketan Legenda
Daftar menu Pos Ketan Legenda
Sambil menunggu saya mengamati foto-foto artis yang banyak berjejer di
dalam kedai berukuran mungil tersebut. Kata Mifta, Yuni Shara sering
berkunjung kesini saat pulang kampung ke Malang. Oh, saya baru tahu
kalau Yuni Shara adalah orang Malang. Pesanan kami kemudian datang dalam
piring-piring kecil. Parutan keju memenuhi bagian atas ketan susu
pesanan saya. Dengan sendok kecil saya menyendok ketan beserta keju,
coklat dan susu. Lengket, manis, gurih, enak. Pengen nambah yang banyak
rasanya!!!
Paling kiri: ketan susu nangka. Sisanya: ketan susu keju meises
Lewat jam 12 malam petualangan kuliner saya selesai. Perut kenyang, hati
senang, dompet adem. Cuma celana jins aja yang jerit-jerit. Sambil
wisata kuliner saya juga jadi sempat mampir ke tempat-tempat baru di
Malang, jadi sekalian jalan-jalan sekaligus menambah pembendaharaan
tempat wisata saya di Malang. Dan dalam perjalanan pulang tidak lupa
Mifta menunjukkan rumah Yuni Shara yang terletak di pinggir jalan dan
masih berada di daerah Batu.
Miscellaneous
Daftar tempat makan yang enak dan kafe yang asik buat duduk-duduk santai di Malang (berdasarkan pengalaman pribadi):
1. Otoy
Otoy ini nama rumah makan persis di depan kampus UMM (lupa kampus
berapa, pokoknya kampus UMM yang ada mesjid super besar di depannya).
Saat pertama kali melihat harga menu Otoy, saya langsung bengong.
Bengong-sebengong-bengongnya. Lalu dengan polosnya nanya ke teman, "ini
harganya belum sama nasi, ya?" Dan saya diketawain. Itulah kali pertama
saya berkenalan dengan "harga mahasiswa Malang." Rata-rata makanan
disini enak. Tempatnya strategis untuk jadi meet point dengan anak-anak
UMM. Mau duduk lama dan pesan macam-macam juga nggak akan bikin kantong
jebol. Yang lucu, rawon pertama yang saya makan dalam hidup saya ya di
Otoy ini. Jadi agak-agak bersejarah gitu, hehehe :))
2. Coffee Time
Masih di daerah UMM yang sama, saya sempat ngopi-ngopi disini. Tempatnya
cukup nge-hits di kalangan anak-anak UMM, sering jadi tempat meet up,
ngobrol, ngerjain tugas, dan lain sebagainya. Harga kopinya murah
bingits dan enak, rata-rata dibandrol di bawah Rp 20.000 kalau nggak
salah. Semua wilayah di Coffee Time merupakan smoking area. Walau tempatnya enak buat duduk-duduk lama, asap rokok dari para pengunjungnya cukup mengganggu.
3. KL Express
Terletak di daerah Villa Bukit Tidar, saya cukup terpana juga melihat rumah-rumah besar serupa mansion saat menuju KL Express. Desain KL Express yang terkesan besar dan mewah cukup mencuri perhatian. Terdapat indoor and outdoor area, order area, dan live music area. Saat saya kesana kebetulan sedang ada pertunjukan live music yang melayani beberapa request
dari pengunjung. Jadi pas duduk-duduk di balkon bisa sekalian lihat
pemandangan kerlip lampu dari perumahan mewah yang sebelumnya dilewati
dan nyanyi-nyanyi santai.
KL Express berkonsep cafe restaurant, jadi kalau mau santai-santai ala
kafe disini bisa, kalau mau makan agak berat juga bisa. Menu makanan
beratnya kebanyakan didominasi Chinese Fodd seperti dimsum. Pas saya
kesana lagi nggak mau makan berat, jadi milih minuman yang pas sama
suasana malam itu aja. Mungkin karena lokasinya yang berada di daerah
perumahan mewah, harga menu KL Express cukup mahal untuk ukuran Malang.
4. Bakso Bakar Pahlawan Trip
Lagi-lagi saya hanya skeptis saat diajak mencicipi bakso bakar. Makanan
yang lagi nge-hits di Malang ini berada di Jl. Pahlawan Trip yang
notabene menjadi salah satu daerah wisata kuliner Malang. Tempatnya
lumayan ramai, seakan menegaskan kepopuleran bakso bakar pada masyakarat
Malang. Saya hanya memesan seporsi bakso bakar tanpa mie karena masih
kenyang. Seporsi bakso bakar berisi lima bakso yang berwarna hitam
kecoklatan karena melewati proses pembakaran. Rasanya, umh ya seperti
bakso yang dibakar pada umumnya. Nothing special for me. Mungkin tempat ini jadi nge-hits di Malang karena menawarkan konsep baru dalam menikmati olahan bakso.
5. Nasi Bhuk
Saat ke Malang untuk kedua kalinya saya dijemput mbak Vicky
di stasiun. Dari stasiun, mbak Vicky langsung mengajak saya ke daerah
Jl. Kawi Atas, niatnya mau cari sarapan sebelum jalan-jalan di Jl. Ijen
yang menjadi lokasi car free day-nya Malang. Saya cuma pasrah mau diajak
sarapan apa, terserah mbak Vicky aja, dan akhirnya kami memasuki kedai
Nasi Bhuk yang cukup ramai. Menurut mbak Vicky, nasi bhuk ini adalah
makanan khas Madura, tetapi jika kita datang ke Madura nasi ini tidak
ada di sana. Disebut nasi bhuk karena penjualnya adalah ibu-ibu.
Sesuai dengan namanya, masakan inti dari nasi bhuk ini adalah nasi. Satu
piring nasi disajikan dengan lauk pauk standar berupa sayur rebung atau
sayur nangka (pilih salah satu), serundeng kelapa, kecambah, sambal
yang pedasnya pol, dan lauk sesuai pilihan (ayam, empal, paru, dan
berbagai jeroan lainnya). Selain nasi bhuk, biasanya kedai Nasi Bhuk
juga menjual nasi rawon, nasi campur, dan nasi soto madura. Saat memesan
saya mengawasi ibu yang menuangkan nasi dalam piring dan memintanya
mengurangi setengah dari porsi yang telah dituangkan, setelah itu dengan
lincah sang ibu menuangkan segala lauk pauk ke dalam piring saya. Saat
melihat tumpukan nasi dan lauk pauk yang melimpah rasanya saya tidak
bisa menghabiskannya, namun setelah suapan pertama saya tidak bisa
berhenti. Rasa nasi bhuk seperti masakan rumahan, yang membuat saya
terus menyuap tak bisa berhenti adalah rasa sambalnya yang pedas. Selain
lauk pauk yang saya sebutkan sebelumnya, ternyata nasi bhuk juga
memasukkan beberapa potongan kelapa yang digoreng hingga kecoklatan.
Semumur hidup baru kali itu saya makan kelapa yang diolah seperti itu.
Rasanya unik dan enak banget.
Selain di Jl. Kawi Atas, kedai Nasi Bhuk dapat ditemui dengan mudah di Malang.
5. Es Krim Oen
Saat mengetik kata kunci 'Wisata Kuliner Malang' di mesin pencarian
Google, nama Toko Oen akan muncul dalam halaman utama. Karena masuk
dalam top list wisata kuliner Malang, saya pun mengunjungi toko
ini. Toko Oen terkenal akan sejarahnya yang sudah berdiri sejak tahun
1930-an, bangunannya masih bernuansa Belanda tempo dulu dengan jendela
besar, tirai ala victorian, dan kursi-kursi rotan memenuhi ruangan.
Beberapa foto lawas Malang tempo dulu menghiasi dindingnya. Nuansa yang
dihadirkan Toko Oen secara tidak langsung mengingatkan saya akan toko es
krim Ragusa yang berada di Jakarta. Baik Toko Oen maupun Ragusa
berkonsep sama dan mengandalkan menu es krim sebagai jualan utamanya.
Interior Toko Oen
Hal lain yang mencuri perhatian di Toko Oen adalah pegawainya yang
mengenakan seragam putih-putih dengan peci di kepalanya, mirip dengan
penampilan pejuang kemerdekaan tempo dulu. Bahkan buku menu pun
menggunakan konsep tempo dulu. Satu scoop es krim di Toko Oen berkisar antara Rp 15.000 - Rp 20.000. Saya memesan Glace de Grand Marnier
seharga Rp. 40.000, penampilan es krim ini berbeda jauh dengan fotonya
di buku menu. Porsi es krimnya tergolong kecil dengan rasa yang tidak
terlalu manis dan cepat lumer.
Menu Toko Oen
Pelayan Toko Oen
Glace de Grand Marnier
Menurut saya pribadi, Toko Oen, seperti halnya Ragusa, hanya menjual
tempat dan memori masa dulu, tapi tidak untuk sajiannya (khususnya es
krim karena saya hanya mencoba es krim). Overrated I must say. Pun harganya terbilang cukup mahal untuk ukuran Malang.
Notes: semua harga makanan dan minuman di Toko Oen belum termasuk pajak 10%
6. Depot Hok Lay
Saya mengetahui tempat ini dari blog Inije yang memang mengkhususkan diri sebagai Food Blogger.
"Hok Lay" Lumpia Semarang Pangsit Cwiemie, seperti tertulis di jendela
depan depot kedai ini memang menyasar lumpia Semarang dan pangsit
cwiemie sebagai jualan utamanya. Interior depot masih mempertahankan
desain tempo dulunya yang menguatkan fakta bahwa depot ini memang sudah
berdiri sejak tahun 1956.
Depot Hok Lay
Interior dalam Depot Hok Lay
Satu porsi lumpia Semarang seharga Rp. 12.000 yang saya pesan berisikan
dua buah lumpia berukuran cukup besar dengan saus tauco dan daun bawang.
Lumpia disajikan hangat sehingga kulitnya terasa masih renyah. Rasa
lumpianya sendiri enak dan mengenyangkan. Pesanan lainnya adalah nasi
panca warna (Rp. 12.000), resep awal nasi ini sejatinya adalah mie ayam.
Namun mie dalam nasi panca warna diganti dengan nasi membuat citarasa
nasi ini menjadi unik. Sebagai camilan, saya memesan pangsit goreng (Rp.
14.000) yang garing dicocol dengan saus sambal tomat encer.
Lumpia Semarang
Nasi Panca Warna. Es Puding Manalagi, Pangsit Goreng
Untuk minuman saya memesan fosco (Rp. 8000) seperti yang
direkomendasikan dalam blog Inijie. Rasa fosco ini sesuai dengan yang
Inijie deskripsikan dalam blognya: rasa coklat dan susu full cream
berpadu apik dalam botol coca-cola bekas sebagai wadahnya. Selesai
regukan, terasa asin di lidah sebagai sensasi rasa penutup. Selain
fosco, saya juga mencoba es puding manalagi (Rp. 9000). Es serut kasar
disiram sirup dan susu dengan puding besar di tepian mangkuk. Pudingnya
yang tidak terlalu manis terbantu rasa segar dari campuran es, sirup,
dan susu.
Jangan kaget jika tiba-tiba jajan cukup banyak di Depot Hok Lay ini.
Menunya yang unik dan jarang ditemui membuat penasaran untuk mencoba dan
terus mencoba.
7. The Amsterdam
Kembali ke Jl. Pahlawan Trip, kali ini saya memilih resto cafe The
Amsterdam yang menjadi favorit anak Malang untuk duduk-duduk santai
menghabiskan waktu. Interior The Amsterdam memang nyaman untuk
berlama-lama ngobrol santai dengan teman, dan sesuai namanya desain yang
digunakan disini berusaha menyesuaikan dengan suasana Amsterdam.
Terdapat indoor dan outdoor area yang dipisahkan oleh jendela-jendela
besar. Langit-langit ruangan didesain menggunakan rangka kayu dan kaca
jendela yang dipasang apik bertumpukan dan berdempetan. Dinding ruangan
dihias lukisan mural kereta api dan beberapa frame foto bertemakan
Amsterdam. Di satu sudut terlihat space yang dikhususkan untuk live music.
Satu hal minus dari tempat ini, karena letaknya persis di sebelah jalan
raya besar yang sibuk banyak kendaraan lalu lalang dan suaranya
terdengar sampai ke dalam ruangan. Untuk menu, karena The Amsterdam
berkonsep resto cafe, terdapat cukup banyak varian makanan dan minuman
yang dapat dipesan. Untuk makanan kebanyakan bertema western, seperti
steak, pizza, burger, pasta, sampai nasi goreng. Sedangkan untuk
minumannya tersedia berbagai racikan kopi dan teh, juga bir.
Saya datang ke The Amsterdam memang untuk ngobrol-ngobrol santai sambil
ngopi-ngopi lucuk. Jadi cuma pesan cappuccino yang harganya nggak sampai
Rp. 15.000. Dengan konsep resto cafe yang cukup mewah, harga di The
Amsterdam masih dapat ditolerir kantong mahasiswa.
8. Simpang Luwe
Saya nggak sengaja mampir ke resto cafe ini untuk menemui seorang teman.
Dengar-dengar, Simpang Luwe juga cukup terkenal di kalangan anak-anak
Malang. Penampilan Simpang Luwe memang cukup catchy dengan posisi
persis di pinggir jalan besar. Resto cafe yang didominasi material kayu
dan bata ekspos untuk desainnya ini memiliki dua tingkat dan menawarkan
indoor maupun outdoor area baik di lantai atas maupun lantai bawah. Biasanya tempat ini ramai digunakan untuk acara nobar bola. Overall, tempat ini memang cukup cozy sebagai lokasi meet up.
Masalahnya adalah harga di Simpang Luwe yang tidak masuk akal untuk
ukuran Malang. Harga di buku menu tak beda dengan harga-harga di resto
cafe berkonsep sama di Jakarta.
Hasil ngobrol-ngobrol dengan suami mbak Vicky,
Simpang Luwe memang berpotensi untuk mengacaukan pasaran harga cafe
resto berkonsep sama yang banyak bertebaran di Malang. Harganya
benar-benar tidak masuk akal untuk pasaran harga Malang.
9. Bakso President
Destinasi wisata kuliner lainnya yang selalu hadir di laman utama
Google. Belajar dari pengalaman di Toko Oen, saya tidak menaruh harapan
besar untuk Bakso President. Tempat ini menjadi terkenal tidak hanya
karena baksonya, tetapi juga karena lokasinya yang persis berada di
pinggir rel kereta. Masuk ke dalam kedai bakso ini saya dibuat bingung
dengan banyaknya variasi pilihan bakso yang tersedia. Mulai dari bakso
urat, bakso telur, bakso goreng udang, sampai menu paket seperti bakso
campur super, bakso campur komplit, bakso campur spesial. Selain itu
terdapat ati ampela dan jeroan sebagai side dish tambahan untuk
dicampurkan dengan bakso. Karena bingung, saya memilih menu yang paling
komplit saja: bakso campur spesial (Rp. 17.500) ditambah dengan jeroan
paru (Rp. 1.500).
Bakso President
Bakso campur spesial plus jeroan paru
Rasa skeptis akan ketenaran Bakso President langsung lenyap di suapan
pertama. Kuah baksonya bening dan rasa kaldunya terasa gurih namun tidak
berlebihan, baksonya sendiri enak, kenyal dan bikin nagih. Bakso Malang
terenak yang pernah saya makan. Tidak berlebihan jika Bakso President
memang masuk dalam top list wisata kuliner di Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar